Tuesday, March 22, 2016

Sedih dan mengharukan

Hingga nafas ini habis...

“Kita pernah coba hempas, kita pernah coba lawan, kita pernah coba melupakan rasa yang menghadang. Kau bilang perbedaan ini bagaikan jurang pemisah maka biarkan aku menyeberang dan coba berjuang. Tetaplah di sini, jangan pernah pergi meski hidup berat kau memilikiku. Ketika kau sakit ketika hatimu terlukaku kan menjagamu hingga napas ini habis.”

Lagu dari Fiersa Besari ini berhasil menjatuhkan air mata Freya yang saat itu baru berpisah dengan kekasihnya.

Lagu ini adalah lagu favorit Freya sebelum tidur. Lagu ini pula yang menjadi lagu favorit Andre saat masih berpacaran dengan Freya. 2 tahun sudah Andre dan Freya berpacaran. Namun hari ini Freya harus melepaskan dia pergi. Andre adalah lelaki sempurna baginya. Dia baik, perhatian dan sudah pasti menyayanginya. Freya tak menduga bahwa pertemuan mereka di taman itu akan jadi pertemuan terakhirnya dengan Andre.

Air mata Freya kini mengalir deras saat dia melihat boneka doraemon yang diberikan Andre pada anniversarry mereka yang kesatu tahun. Gadis berusia 17 tahun ini baru pertama kali pacaran dan baru pertama kali patah hati. Andre adalah cinta pertamanya saat ia baru masuk SMK. Mereka tinggal di jurusan dan kelas yang sama selama 3 tahun berturut-turut. Satu kata yang tak bisa Freya lupakan dari Andre adalah, “Aku bakalan jaga hubungan kita sampai kita tua nanti Frey. Aku janji.” Andre adalah lelaki pertama yang bisa menyentuh hatinya.

“Frey, kamu kenapa?” tanya seorang laki-laki yang sedang menemaninya di kantin itu.
“Aku nggak apa-apa Ndre,”
“Kok muka kamu pucet. Mata kamu juga sembab. Kamu sakit? Atau abis nangis?”
“Aku nggak apa-apa kok sayang,” Freya tersenyum sambil memegangi tangan Andra.
“Frey kamu sayang nggak sama aku?” entah mengapa pertanyaan Andra itu justru membuatnya bingung.

“Andra suka sama kamu Frey.”
“Apa? Andra suka sama aku? Tapi Ndra aku..” ucapan Freya terpotong.
“Aku tahu, ini juga berat buat aku. Demi Tuhan aku sayang sama kamu Frey tapi Andra itu saudara kembar aku dan aku gak bisa nyakitin dia,” Andre menatap Freya dengan serius.
“Ndre..” air mata Freya kini tak tertahan lagi.

“Aku tahu, aku adalah adiknya Andra dan harusnya dia yang mengalah. Tapi Frey, Andra itu selalu berkorban buat aku dari aku kecil. Aku mohon sama kamu, demi hubungan kita kamu mau kan terima Andra?” Freya hanya bisa menangis saat mendengar perkataan dari Andre. Hatinya sakit seakan ditusuk duri.
“Frey, aku nggak ada pilihan lain. Semenjak kematian gita 3 tahun lalu, Andra gak pernah seceria ini Frey. Aku gak bisa ngancurin hati dia kalau dia tahu kamu itu pacar aku,” kini air mata Andre ikut menetes di pipinya, “Please Frey, lakuin ini demi aku. Aku gak punya pilihan lain selain ini aku mohon.”

Freya menatap Andre dengan penuh harap agar Andre tidak meminta Freya untuk mencintai kakak kembarnya.
“Iya Ndre. Aku akan coba mencintai Andra seperti aku mencintai kamu,” akhirnya Freya mengabulkan keinginan Andre walau itu harus mengorbankan hati dan perasaan dia sendiri.
“Makasih banyak ya Frey, makasih,” Andre mengusap air mata Freya dan memeluknya erat. Jujur saja Andre tidak bisa merelakan Freya. Namun demi kebahagiaan kakaknya, Andre harus rela melepas wanita yang dia anggap cantik setelah almarhumah ibunya.

“Frey? Kok nangis?” Andra menyentuh pipi Freya yang kini berlinang air mata. Seketika itu Freya sadar dari lamunannya dan langsung menghapus air matanya.
“Aku nggak apa-apa kok,” Freya memperlihatkan senyum kepada Andra untuk menenangkan hati Andra.
“Kamu belum jawab pertanyaan aku loh Frey,” ucap Andra pelan.
“Iya Ndra aku sayang sama kamu kok,”
“Aku sayang kamu Frey. Jangan tinggalin aku yah cantik.” Andra mengelus rambut panjang Freya dengan lembut. Freya hanya tersenyum getir.

Andra dan Andre terpisah sejak mereka kecil. Andre tinggal di bandung bersama papanya sedangkan Andra tinggal di surabaya bersama almarhum mamanya. Setelah sang mama meninggal, barulah Andra pindah ke bandung dan kini satu rumah dengan Andre. Orangtua mereka sudah bercerai sekitar 13 tahun lalu dan mereka tidak pernah mempunyai ibu atau ayah tiri.

Dengan panik Freya berlari menuju lapangan basket. Entah apa yang ia cari saat itu yang pasti Freya tak akan menemukannya. “Dav, Andre ke mana sih? Udah 3 hari ini nggak sekolah?” tanya Freya pada David sahabat dekat sekaligus teman sebangku Andre. “Lo emang gak tahu Frey? Andre kan pindah ke surabaya. Katanya dia mau nemenin neneknya,” ujar David sambil memainkan bola basketnya.
“Apa? Andre pindah ke surabaya? Kok dia nggak ngabarin gue sih Dav?”
“Ya iyalah Frey jelas dia nggak kasih kabar ke lo. Andre gak mau lo nyari dia lagi Frey. Dia pengen lo belajar mencintai Andra yang sekarang udah jadi pacar lo.” David berbicara agak sedikit pelan karena takut ada orang yang mendengar atau Andra yang kebetulan lewat lapangan basket itu.

Freya berlari meninggalkan lapangan basket itu dan menuju ke kelas. Air mata itu pun jatuh lagi di pipi Freya yang pucat itu. “Udah Frey lupain Andre ya,” Dita mencoba untuk menenangkan sahabatnya dengan membawakannya mocachino kesukaan Freya. “Gue sayang banget sama dia Dit,”
“Iya Frey gue paham. Bukan cuma lo kok yang sakit, Andre juga sakit Frey Andre juga rasain apa yang saat ini lo rasain,”

“Udah ya Frey jangan nangis aja. Nanti lo sakit kalau nangis terus.” Dita mencoba menahan titik air mata yang hampir menetes di pipinya itu. Hujan mengguyur kota bandung dan sekitarnya pada malam itu. Freya berjalan tak tahu arah akan ke mana. Air mata yang deras mulai membasahi pipi Freya. Ia tak peduli seberapa deras hujan malam itu. Yang ia tahu, rasa rindunya terhadap Andre lebih deras dari hujan itu.

“Frey… Freya ayo pulang Frey,” Dita berlari ke arah gadis berkulit putih itu sambil membawa sebuah payung.
“Gue nggak mau pulang Dit,” Freya mulai menjatuhkan badannya ke aspal dan menangis sejadi jadinya.
“Frey, Andra ada di depan rumah lo,” ujar dita sambil berjongkok dan memayungi sahabatnya yang kini mulai menggigil karena kedinginan.
“Dit..” Freya memeluk Dita sambil terus meneteskan air matanya.
“Ya udah, lo balik ya. Gue nggak mau lo sakit.” Freya menganggukkan kepalanya dan berdiri. Dita lalu menuntun Freya berjalan ke rumahnya.

“Ndre, makan yuk?” ucap seorang wanita yang terlihat sudah berumur itu.
“Andre belum laper Nek. Nenek aja duluan yah,” Andre tersenyum ramah sambil memegangi tangan neneknya.
“Kamu sudah 3 hari nggak makan loh. Masa sih kamu nggak lapar?”
“Nanti aja Nek. Andre mau istirahat aja, ngantuk.” Andre berjalan pelan menuju kamarnya. Hanya satu yang terlintas di pikirannya yaitu Freya. Wanita yang sudah menjadi milik kakaknya itu kini terbayang dalam ingatan Andre. “Maafin aku Frey, aku nggak ada maksud nyakitin kamu. Tapi ini demi hubungan kita.”

“Frey, happy monthsarry yang ketiga ya sayang,” Andra memberikan sebuah mawar putih untuk Freya.
“Makasih ya dra,” Freya tersenyum sambil mencium mawar itu.
“Kita makan yuk?”
“Emm.. Ayo deh,” Freya dan Andra lalu pergi ke sebuah restoran yang lumayan bagus.
“Kita ke sini?” tanya Freya heran.
“Ya sayang. Kamu suka nggak tempatnya?”
“Kita di mana sih Ndre? Kok mata aku ditutup gini?”
“Kamu buka penutup matanya.”

Andre tersenyum sambil membantu membuka penutup mata Freya.
“Surprise!!” Andre nampak bahagia bisa mengajak Freya ke tempat itu.
“Ndre ini bagus banget,” Freya terlihat takjub melihat sebuah restoran mewah yang sudah Andre rancang tempatnya itu. “Aku nabungin uang jajan aku selama 3 minggu buat nyiapin ini. Dan aku puas saat lihat kamu bahagia hari ini. Happy anniversarry 1 years ya sayang.” Andre memberikan boneka doraemon kepada Freya. “Makasih ya sayang. Aku bahagia banget.” Freya memegangi tangan Andre dengan lembut.

“Frey? Kok nangis?” ucapan Andra barusan sepertinya mengagetkan Freya yang sedang melamun.
“Aku nggak apa-apa kok Ndre eng, Ndra,” untunglah Andra tidak mendengarkan kesalahan dalam ucapan Freya tadi.
“Ya udah kita makan yuk?” Andra menggenggam tangan Freya dan mengajaknya makan malam berdua.
“Besok aku berangkat ke surabaya,” ujar Andra sambil mengemudikan mobilnya.
“Ngapain?” tanya Freya.
“Nengok Andre. Katanya dia sakit,” seketika jantung Freya berdetak lebih kencang dari biasanya.
“Apa? Andre sakit? Sakit apa Ndra? Andre kenapa?” kini kekhawatiran pun terlihat dari wajah Freya.
“Andre kena typus Frey. Kok kamu sepanik itu sih denger Andre sakit?” Andra sedikit heran dengan tingkah Freya yang aneh itu. “Eng..Engga kok. Andre itu sahabat aku.” Freya mencoba mencairkan suasana kembali.

Keesokan paginya Andra berangkat ke surabaya dengan mobilnya. Namun naas, kabar duka menghampiri Freya kala itu. Mobil Andra mengalami kecelakaan hebat hingga menyebabkan Andra kehilangan penglihatannya. 3 hari kemudian, Andra mendapat donor mata dan akhirnya bisa melihat lagi.
“Pa, siapa yang donorin mata untuk aku?” Tanya Andra pada ayahnya yang setia menunggunya di rumah sakit.
“Yang mendonorkan mata itu adalah Andre Adikmu nak,” kini ayah Andra menangis deras.
“Andre? Andre sekarang di mana Pa? Aku harus ketemu dengan Andre,” Andra berusaha bangkit dari ranjang rumah sakit itu. “Andre sudah tiada. Sebenarnya saat kamu kecelakaan, dia juga mengalami kecelakaan saat akan berangkat sekolah.”

Freya yang mendengar jelas perkataan Ayah Andra langsung menangis. Air matanya tak mampu dibendung lagi. Tubuhnya lemas. Seluruh badannya bergetar. Hatinya hancur seperti kehilangan semangat. Freya tak menyangka bahwa dia bukan hanya kehilangan kenangan bersama Andre. Namun kini ia sudah kehilangan separuh diri Andre.
“Frey, ini buat lo,” David memberikan surat untuk Freya.
“Ini apa?” tanyanya.
“Itu dari Andre Frey. Dia ngasih ke gue pas lagi dirawat di sini pas mau operasi. Frey sebenernya alasan Andre ninggalin lo bukan cuma karena Andra. Tapi Andre sakit Frey, dia terkena gagal ginjal dan dia gak mau bikin lo susah.” Freya menangis saat mendengar pernyataan David itu. 3 hari setelah itu, Freya mulai tenang dan sudah berani membuka surat dari Andre.

“Demi Tuhan aku tidak pernah menemukan wanita sekuat kamu. Aku tidak pernah menemukan wanita setegar dan sesabar kamu. Aku mencintaimu lebih dari kamu mencintaiku. Aku akan tepati janjiku aku akan menjagamu hingga napas ini habis. Bahkan saat napasku telah habis aku ingin terus menjagamu. Tolong, biarkan aku tetap menyayangimu, memelukmu, dan mencintaimu melalui mataku.”

“Berjanjilah untuk tidak meneteskan air mata kesedihan saat nanti mataku melihat wajahmu. Frey, andai aku bisa memilih aku lebih baik mati daripada melukaimu. Tapi kini aku melakukan keduanya dan aku mohon maafkan aku. Jika aku sudah pergi, berjanjilah untuk tidak menyakitinya karena air matanya adalah air mataku juga. Satu hal yang selalu kau ingat. Biarkan kisah kita tetap menjadi rahasia. Biarkanlah kamu dan mataku yang mengetahuinya. Freya aku mencintaimu hingga napas ini habis. Andre Aditya Reynaldi.”

No comments:

Post a Comment